Rasa Yang Sulit Dimengerti - Ahmad Rojaa #2




Rasa Yang Sulit Dimengerti (Cemburui Senja) – Ahmad Rojaa

Judul : Rasa Yang Sulit Dimengerti (Sekumpulan Prosa)

Penulis : Ahmad Rojaa

Penerbit : Arashi Group

Tahun Terbit : 2019

ISBN : 978-623-7321-23-1

Harga Buku : -

Jumlah Hal : 110 Hal

Blurb :

Ya! Sebuah rasa itulah, sesuatu yang membuat kita selalu ingin berdekatan dan terhubung. Seperti cinta, yang meski untuk menjaganya … hingga harus merasakan sakit hati, malu, sedih, kesepian, atau bahkan amarah dan dengki. Tapi itulah, warisan pelajaran dari sebuah rasa yang dapat kita pikirkan langsung, yang dapat kita coba untuk terus memugar kebaikan-kebaikan di dalamnya-dimana semua itu kerap tidak terkuatkan oleh sebuah rasa dan keyakinan terbaik- sebagaimana seharusnya.

Memangnya kebaikan jiwa itu selalu cukup tanpa peneguhan? Sedang realitas tantangannya sentiasa bertambah-tambah, menguras segala daya dan waktu. Jika daya cinta Adam dan Hawa saja dapat tetap mereka pertahankan-sebagaimana mereka masih berdua di taman syurga-lalu bagaimana mungkin cukup untuk memberi ruang lebih kepada para keturunannya?- Seiring bertambah luasnya dan banyaknya ruang-ruang jiwa yang mesti terhangatkan kasih saying, asupan pendidikan, dan contoh langsung yang harus disampaikan ke setiap kelahiran anak manusia dari Rahim Ibunda kita semua, Hawa.

Baiklah, kau tentu sudah mengerti bagaimana kumpulan kisah kita ini ke mana memuarakan rasa. 

Q & A :

Kalo lagi galau biasanya ngapain?

Aku makan. Harus dong makan yang enak dan banyak biar sehat.

Baca-baca quotes.

Baca buku.

Nongki bareng temen, ahahah …

Ini review cerpen babak ke-dua dari buku bung Ahmad Rojaa. Hmm … Pengen jujur, yang ini agak njelimet. Tadinya pengen aku skip ajah. Bentar lagi saingan nih sama Habiburrahman, di tunggu buku berikutnya.

Ehm … aku kilas balik ceritanya yaa.

Cerita ini bermula dari seorang laki-laki yang mungkin sedang ada konflik dengan sesuatu yang disebut Malam, entah soal waktu atau juga mungkin Malam ini seorang perempuan dan sebagainya, entahlah. Atau mungkin kala itu dia memang lagi ada something masalah.

“Tidak seperti malam-malam sebelumnya, di mana lelaki itu biasanya selalu mendapati senyum hangat yang bagaikan nyala api perapian ketika berada di puncak gigil kedinginan.” -hal 16

Intinya suasana kala itu sangat berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya.

“Benarkah sebuah amarah hiingga mengubah sedemikian jauh? Bahkan kepada rasa sehangat kasih? Berganti buas? Hingga mencipta kengerian emosi yang melenyapkan segala pandang dan pijar ketenangan.” -hal 16

Ini berkaitan dengan emosi yang sedang dialami oleh lelaki ini. Pokoknya suasana saat itu emang lagi gak mendukung banget. Kemudian tiba-tiba ada sosok yang disebut dengan ‘Malam’ di sini kayak ada percakapan gitu. Seperti ada kecemburuan nih, karena ada kalimat:

“Baiklah! Setelah ini, aku takkan melulu menulisi Senja.” – hal 16

Lalu ada yang menjawab:

“Maaf! Tidak ada cinta malam ini.” – hal 17

Lelaki yang menurutku agak misterius ini membiarkan si Malam pergi.

Kisah selanjutnya, penulis gak memberitahu siapa yang lagi memperhatikan si lelaki yang tengah menyendiri di ruang baca. Kayaknya penulis sengaja mau bikin kita penasaran, deh. Tapi aku coba tebak aja kalo yang lagi ngintip itu si Malam, karena mereka, kan habis berpisah terus si Malam gara-gara gak enak hati, balik deh buat memastikan bagaimana keadaan si lelaki ini. Kemudian Malam sholat dan berserah diri kepada Allah Yang Maha Kuasa.

“Malam berakhir di ujung awal adzan subuh. Dirinya telah terduduk merenung, melepas berdoa dan mencurahkan segala keadaan dirinya kepada Siapa yang disembahnya. Hingga menangis, dan lenyap segala keakuan dalam dirinya.” – hal 19

Setelah Malam menyelesaikan ritual ibadahnya dan memastikan lelaki ini, ia dapati lelaki itu sudah tidur di atas sajadahnya. Berarti pas Malam lagi sholat, lelaki itupun juga begitu. Namun sayang, Malam harus kecewa, ragara lelaki itu gak ngajakin mereka sholat bareng.

Setelah melewati malam yang begitu panjang dengan perasaan-perasaan campur aduk, waktu pagi sudah tiba. Dan di sini kayak ada sebuah suara yaitu si Pagi ini.

“Salam sejahtera, Kakang.” – hal 16

Ini adalah sambutannya si Pagi.

“Pagi, selalu ajaib.” -hal 20

Mong-omong, aku suka sama kalimat ini. Emang benar … Pagi, selalu ajaib. Kenapa? Ada yang biasa overthingking, gak? Aku, kadang. Tapi biasanya kalo udah pagi tuh, pasti rasa overthingkingnya menghilang. Sedikit saran nih bagi yang kadang ngerasa overthingking, bikin kalimat afirmasi buat diri sendiri untuk menumbuhkan semangat.

“Hey! Kenapa malah melamun?”

“Suara sebegitu jernih itu kembali. Terdengar setiap kali ia melihat ke kedua bibir pemiliknya. Lelaki itu tetap melihatnya teriring senyum dengan sahaja. Mungkin karena cinta, mungkin karena kagum, entah pun karena kasih saying yang entah sejak kapan ia sadari sebelumnya.”

Dari kalimat ini aku semakin yakin kalo Pagi ini adalah salah satu tokoh rekaan penulis. Hmm …

“Lekas bangun dan bersuci. Akang … air kopi akan segera disajikan,” katanya lagi dengan penuh binar lucu, dan menggemaskan. -hal 21

Ehm …

Aku sampe sini aja deh, biar nyepoiler gak apa-apa … nanti di baca sendiri aja yaaa …

Untuk random ugal-ugalan aku terkait sama cerpen yang satu ini, kayaknya lelaki ini lagi ada masalah dan kepikiran terus malam. Makai a berharap agar hari-harinya baik saja, seperti saat pagi dan senja yang mungkin permasalahannya itu tidak begitu dipikirkan.

Hanya saja, penulis meramu kisah ini dalam sastra yang begitu syarat akan makna. Hmm …

Tokoh lelaki itu dipenuhi dengan daya khayal yang begitu tinggi. Atau barangkali ini kisahnya penulis yang lagi dirundung banyak masalah lalu beliau menyalurkannya dalam bentuk tulisan.

Mungkin penulis bisa memberitahu kita darimana beliau mendapat inspirasi untuk kisah yang satu ini?

I need a lot of knowledge …

Komentar