A Life Less Ordinary - Baby Halder

 

Judul : A Life Less Ordinary

Penulis : Baby Halder

ISBN : 979-780-274-4

Tahun Terbit : 2008

Penerbit : Gagas Media

Jumlah Hal : 265 Hal

Blurb :

A Life Less Ordinary adalah otobiografi seorang perempuan muda yang menjalani kehidupan sebagai pembantu rumah tangga di Gurgaon. Kehidupan Baby Halder sulit disebut ‘biasa’ mengingat kerasnya hidup yang dia hadapi sejak kecil.

Keluarganya yang berantakan, pernikahan diusia teramat dini, perlakuan keras dari sang suami setiap harinya. Baby akhirnya mengambil keputusan besar: keluar dari semuanya dan mulai menata sendiri kehidupan yang layak baginya dan anak-anaknya.

“Setiap perempuan dilahirkan menjadi kuat. Tepatnya, setiap manusia dilahirkan untuk menjadi kuat.”

REVIEW :

Baby ditinggalkan oleh ibunya sejak kecil dan diabaikan oleh ayahnya. Setelah beberapa bulan kemudian, ayahnya menikah, namun bagi Baby memiliki ibu tiri bukan sebuah keberuntungan, melainkan hari-hari semakin buruk. Sesekali ibu tirinya baik, namun dilain hari sang ibu tiri bersikap buruk dan sering marah-marah. Belum lagi, ia mendapat pukulan dari sang ayah dan tidak diperbolehkan pergi sekolah.

Saat usia Baby menginjak umur 13 tahun, ia dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang pria yang jauh lebih dewasa darinya. Mirisnya, pernikahan tersebut bukannya menciptakan kebahagiaan bagi Baby melainkan semakin memperburuk keadaan. Apalagi sang suami yang selalu tak acuh, bahkan pada saat Baby melahirkan anak mereka, sang suami tidak menemani.

Kesulitan hidup lainnya terus-terusan datang, lebih lagi suaminya makin hari bertindak kejam terhadapnya. Baby disiksa dan dipukul depan umum. Hingga akhirnya ia mengambil keputusan yaitu meninggalkan suaminya dan tidak mengindahkan ayahnya yang terus-terusan meminta Baby untuk kembali pada suaminya.

Baby meninggalkan rumah dan pergi bersama ketiga anaknya mencari pekerjaan di Gurgaon. Di sana ia meminta bantuan pada saudara dan sepupunya mencari pekerjaan. Baby menjadi pembantu rumah tangga dibawah majikan yang pemarah dan semena-mena terhadap hidupnya. Beberapa kali Baby berpindah dari majikan yang satu ke majikan lainnya. Kepelikan hidup tersebut berakhir ketika ia bertemu dengan Tatush, seorang majikan yang baik dan memiliki tiga orang anak.

Tatush menganggap Baby sebagai anaknya sendiri, bahkan ia menyuruh Baby membaca dan menulis, juga memperkenalkan gadis itu pada teman-temannya. Tatush memberikan tempat tinggal untuk Baby dan anak-anaknya juga menyekolahkan anak-anak Baby, karena sejak awal keinginan Baby adalah menyekolahkan anak-anaknya supaya tidak seperti dirinya.

KDRT yang dialami oleh Baby juga dialami oleh sang kakak perempuannya yang meninggal dunia. Keadaan yang dialami oleh Baby membuat dirinya menjadi gadis muda yang dewasa dan tangguh dalam kata lain Baby dituntut dewasa oleh keadaan.

Saya mengapresiasi kesabaran Baby menghadapi ayahnya, suaminya, saudara-saudaranya, orang-orang sekitar yang membicarakannya, juga bersabar menghadapi majikan yang kasar. Namun disisi lain, saya merasa kalau Baby agak plin-plan, salah satunya adalah adegan saat dia sudah mendapatkan pekerjaan, kemudian ada yang menawarkan pekerjaan baru untuknya. Belum saja kontraknya selesai, ia sudah meninggalkan pekerjaan pertamanya.

Sesekali saya teringat sama kisah seorang gadis berumur 12 tahun yang pernah mengalami tindak asusila oleh pacarnya sendiri. Kalo dipikir-pikir masih mending Baby yang langsung menikah dan sudah ada yang bertanggung jawab, sementara gadis itu ‘enggak’ bahkan kabarnya gadis itu mengalami tekanan psikologis.

Jaman sekarang ini banyak anak-anak yang menikah usia dini. Miris aja, sebab nantinya pernikahan tersebut makin memperburuk keadaan. memperbanyak pengangguran, juga kriminalitas semakin tinggi, ditambah stunting (kurangnya asupan gizi yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak).

Eh, satu lagi … menurut saya, yang gak dewasa disini adalah seorang ibu yang meninggalkan anaknya disaat mereka sedang membutuhkan kasih sayang. Kayak gak bertanggung jawab. Please ya, jika tidak menyukai keadaan tolong jangan lari. Kalo memang belum siap menikah, ya, jangan menikah.

Sebagai seorang ayah, jika niat mau menikahkan anaknya demi kebahagiaan sang anak, tolong bahagiakan dulu anak sendiri dan bertanggung jawablah. Ujung-ujungnya nanti anak gak mendapatkan kebahagiaan dan malah berjuang sendiri.

 Pesan moralnya : Tetaplah menjadi baik meski keadaan tidak baik, sebab hidup terus berjalan.

 

 

Komentar